Mengenai Saya
Kamis, 26 November 2009
SEPINTAL SENYUM
Tertegun dalam anggun lakunya,
Terlihat senja yang meraung tiada henti,
Memintaku,
Merayuku,
Tuk enyah dari sendi-sendi ke-egoisan itu
Wahai Sang Pemilik Hati,
Egoiskah perangaiku ini????
Acuhkah aku akan ke-esaan-Mu, ya Dzat yang Maha Agung,
Jangan buat aku lelah dengan kata ”Cinta”,
Mungkinkah laktat-laktat itu kian mendekati seonggok hati ini,
Sungguh Rabbi,
Aku tak inginkan dia ada,
Aku tak inginkan dia menjabat tanganku,
Tapi Rabbi,
Izinkan aku memandang haru wajahnya
dengan segenap senyum khasnya,
Hanya senyumnya yang aku idamkan,
Bukan jasadnya,
Bukan hartanya,
Bukan hatinya,
Namun hanya senyumnya,
Karena hanya dia,
Hanya dia yang berhasil menggamit hatiku,
Melapasnya dari dekapan palsu itu,
Rabbi,
Jika aku bukan yang terbaik untukknya,
Maka jangan pernah kau jadikan aku miliknya,
Jangan Rabbi....
Sabtu, 31 Oktober 2009
Enggan Beranjak
Aku terdampar
Tepi yang terjal
Tak rata
Penuh kerikil
Aku baru berada di tepinya
Dan,
Sinyal-sinyal tak beres kian mudah terlihat
Terasa,
Bahkan merogoh sandaran kokohku
Terus kuladeni langkah batinku hingga ke pelosok
Makin jauh,
Makin terjal,
Rasa apa ini???
Mengapa ia begitu erat menjeratku???
Menarikku hingga ke tengah pulau ini
Dimana batasnya???
Kenapa aku tak kunjung temukan ujungnya??
Akankah raga bodoh ini terus terdampar di tengah pulau ini???
Tanpa kejelasan,
Tanpa seutas santun darinya,
Darinya yang menyeretku hingga jatuh bangun di sini,
Di pulau aneh yang misterius menurutku,
. . . Nada QaLbu . . .
Hadir,
Bait syahdu itu kembali mengusik posisi batinku
Menggelayut,
Bak lentera asing tersodor di ujung rongga telingaku
Apa itu????
Suara apa itu???
Nada-nada itu menyemburat
Tertancap di antara bongkahan-bongkahan qalbu yang masih bersandar
Gejolak mahakam jelas terasa di sela kerinduan
Lihat,
Jiwa-jiwa itu berserakan
Bercampur dengan kering kerontangnya syaraf ruhiyahnya
Batin-batin itu pun hampa,
Butuh serpihan kerangka iman dari sang fajar kehidupan
Ya, semburan iman yang mungkin hanya sebatas fatamorgana
Detik,
Menit,
Jam,
Kosong batin itu menunggu
Menunggu percikan syair pemikat
Seketika,
Nada itu terdengar lagi
Semakin kuat,
Kuat menjerat sehelai iman yang kian menipis,
Sehelai iman yang makin tak berdaya,
Nada-nada itu,
Semakin menjorok ke pusat batinnya
Terperosok,
Terperangkap dalam naungan sisi relungnya
Nada-nada itu
Terus terdengar
Hanif menyapa
Anggun menyantun,
Menyanggupi pinta-pinta konyol dari seonggok hati
Nada-nada itu
Hadir dari sebuah lembaran-lembaran istimewa
Lembaran milik Sang Semasta
Nada-nada itu
Al-Qur’an Nur Karim